TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM[1]
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah, peradaban mengalami
kemajuan dan kemunduran. Layaknya sebuah roda yang selalu berputar, kadang
berada di atas dan kadang berada di bawah. Begitu juga dengan peradaban tiga
kerajaan Islam, yaitu kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan
Kerajaan Mughal di India. Kejatuhan Khalifah Abbasiyyah yang berpusat di Bagdad
akibat serangan kerajaan Mongol pada tahun 1258 M merupakan titik awal
kemunduran peradaban Islam. Wilayah kekuasaan Islam tercabik-cabik dalam
beberapa kerajaan kecil yang sama lain saling memerangi. Tidak hanya itu,
banyak peninggalan budaya dan peradaban Islam yang hancur, bahkan Timur Lenk
menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.[2]
Keadaan
politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah
berkembangnya tiga kerajaan besar pada
abad pertengahan yaitu kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan
kerajaan Mughal di India. Kerajaan Mughal merupakan kerajaan termuda dari ketiga
kerajaan tersebut. Berdiri seperempat setelah berdirinya kerajaan safawi di
Persia. Kerajaan Utsmani merupakan imperium terbesar diantara kerajaan lain.
Menariknya, walaupun pada masa yang sama, ketiganya berada dalam kondisi sosio
ekonomi yang berbeda, sehingga memberi pengaruh warisan intelektual yang
berbeda bagi dunia Islam kini.
Munculnya tiga kerajaan Islam ini
banyak memberi konstribusi dalam peradaban Islam. Oleh karena itu, dalam
makalah ini penulis ingin menguraikan peradaban tiga kerajaan Islam pada
periode pertengahan.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini
yaitu:
1.
Bagaimana
peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Utsmani?
2.
Bagaimana
peradaban Islam pada masa kerajaan Safawi di Persia?
3.
Bagaimana
peradaban Islam pada masa kerajaan Mughal di India?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah yaitu:
1.
Untuk
mengetahui peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Utsmani.
2.
Untuk
mengetahui peradaban Islam pada masa kerajaan Safawi di Persia.
3.
Untuk
mengetahui peradaban Islam pada masa kerajaan Mughal di India.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kerajaan Utsmani di Turki
1. Asal Mula Kerajaan Utsmani
Bangsa Turki berasal dari Asia Tengah
yaitu dari Suku Kayi. Pada abad ke-II mereka menetap di Akhlat (Iran Utara),
kemudian berpindah ke Anotalia (Asia kecil) dibawah kekuasaan Saljuk Konya yang
dipimpin oleh Alaudin Kay Qubadh (1219-1237 M). Saat Alaudin hampir kalah dalam
peperangan melawan pasukan Bizantium, pasukan Turki langsung mengabdikan diri
pada pasukan Alaudin dan berhasil mengalahkan pasukan Bizantium. Karena jasanya
Alaudin memberi hak kepada pasukan Turki untuk mendiami daerah Sugyat. Tahun
1300 Alaudin wafat, bangsa Turki mendeklarasikan berdirinya kerajaan Utsmani
dengan Utsman I sebagai rajanya, dengan gelar Padisah Alu Utsman (Raja Keluarga
Utsman).[3]
2. Perkembangan Peradaban Kerajaan
Utsmani di Turki
Kerajaan Utsmani di Turki merupakan
salah satu kerajaan Islam yang bertahan cukup lama. Seiring berjalanya waktu, kerajaan Utsmani
telah mampu mengembangkan peradaban dalam berbagai bidang, diantaranya bidang
kemiliteran, bidang pembangunan dan arsitektur, bidang ilmu pengetahuan, bidang
agama dan bidang pemerintahan.
a. Perkembangan dalam bidang militer.
Kerajaan Turki Utsmani telah mampu
menciptakan pasukan militer yang mengubah negera Turki Utsmani menjadi mesin
perang yang paling tangguh dan memberikan dorongan yang besar dalam menaklukkan
negeri-negeri non muslim.[4]
Faktor utama yang mendorong kemajuan dilapangan militer ini adalah watak bangsa
Turki sendiri yang bersifat militer, disiplin dan patuh pada peraturan. Orkhan
adalah raja Turki yang melakukan perombakan besar-besaran dalam bidang militer.
Orkhan tidak hanya melakukan mutasi
terhadap personil-personil pimpinan, tetapi juga melakukan perombakan dalam
keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan
anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana
Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini berhasil dengan terbentuknya
kelompok militer baru yang disebut Jenissery
atau Inkisariya.
Disamping Jenissery, ada lagi prajurit dari tentara feodal yang dikirim
kepada pemerintah pusat. Pasukan ini dikenal dengan pasukan Thaujiah. Angkatan laut yang memiliki
peranan besar dalam perjalanan ekspansi juga di benahi, sehingga pada abad
ke-16 angkatan laut Turki Utsmani mencapai puncak kejayaannya.[5]
b. Perkembangan dalam Bidang
Pembangunan
Kerajaan Turki Utsmani mempunyai gaya
arsitektur tersendiri yang dikenal dengan gaya Utsmani. Gaya ini muncul ketika
kerajaan Utsmani dapat mengalahkan kerajaan Byzantium. Pertemuan arsitektur
Byzantium dan Turki Utsmani telah melahirkan gaya yang baru. Perwujudannya
dalam bentuk Qubah setengah lingkaran dengan pilar-pilar yang besar sebagaimana
terlihat pada Mesjid Istiqlal di Indonesia.
Sejak itu bermuncullah Mesjid baru
dengan gaya Utsmani. Mesjid termegah adalah Mesjid Aya Sophia. Mesjid Aya
Sophia asalnya adalah gereja Aya Sophia. Ada juga mesjid Al-Muhammadi atau
Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih dan Mesjid Abi Ayyub Al-Ansari. Sultan
Sulaiman pada masanya mendirikan Mesjid Sulaiman yang tidak kalahnya dengan
Mesjid Aya Sophia. Selain itu ia juga mendirikan 52 mesjid yang lebih kecil, 55
Madrasah tempat mempelajari agama, 7 buah asrama besar untuk mempelajari
Al-Quran, 5 buah taqiyah tempat memberi makan fakir miskin, 5 buah rumah sakit,
7 buah musalla, 33 buah istana, 18 buah rumah tempat persinggahan, 5 buah
meseum. Semuanya mempergunakan arsitektur style Usmaniyah dengan pengaruh
seorang ahli bangunan Turki yang terkenal, Sinan Pasha. Ia juga ahli Khot (menulis tulisan indah) yang
menghiasi mesjid-mesjid dan seorang penulis prosa yang penting.[6]
c. Perkembangan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
Turki Utsmani merupakan bangsa yang
berdarah militer, sehingga perhatiannya lebih dalam bidang militer. Sementara
dalam perkembangan ilmu pengetahuan kerajaan Utsmani kurang menonjol. Walaupun
demikian ada juga hal-hal yang dicapai dari aspek ilmu pengetahuan, di
antaranya: Munculnya tiga buah surat kabar, yaitu: berita harian Takvini Veka (1831 M), Jurnal Tasviri Efkyar (1862 M), dan jurnal Terjumani Aval (1860 M). Selanjutnya
terjadi transpormasi pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar,
menengah (1861 M), dan perguruan tinggi (1869 M) dengan mendirikan fakultas
kedokteran dan fakultas hukum. Di samping itu juga mengirimkan para pelajar
yang berprestasi ke Prancis untuk melanjutkan studinya.[7]
Selain itu muncul juga para sastrawan
seperti Ibrahim Shinasi, pendiri surat kabar Tasviri Ekfyar. Diantara karya yang dihasilkannya adala The Poets Wedding (komedi). Penggikutnya
Namik Kemal menghasilkan karya Fatherland
atau Silistria. Ada juga Ahmad
Midhat dengan karya Entertaining Tales dan Mehmed Taufiq dengan karya Year in Istambul.[8]
Sedangkan dari para ilmuan muncul Yusuf
Nabi (1642-1712 M). Ia merupakan juru tulis bagi Mushahif Mustafa, yang menbawa
pengaruh Persia ke dalam istana. Yusuf Nabi menunjukkan pengetahuan yang luar biasa dalam puisinya, yang menyentuh
hampir semua persoalan (agama, filsafat,roman, cinta, anggur dan mistisme). Ia
juga membahas biografi, sejarah, bentuk prosa dan rekaman perjalanan.[9]
Haji Kholifa, nama lengkapnya Mustafa Ibnu
Abdullah wafat tahun 1068 H/1658 M, seorang yang berpengetahuan luas, prajurit
yang berani dan pengarang yang lengkap. Kitab karangannya banyak mengenai
sejarah, ilmu bumi, sejarah hidup, dan soal-soal lainnya. Diantaranya: Kasyfu al-Dzunnu, kamus yang memuat
kira-kira 14.500 buah nama kitab dalam bahasa Arab yang disusun menurut abjad. Taqwimu al-Tawarikh, Tuhfatu al-Kibar Fi
Asfari al-Bihar, tentang armada daulah utsmaniyah, Mizan al-Haq Fi Ikhtiyari al-Ahaq tentang tasawuf.
Daud Inthaqy, nama lengkapnya Daud Ibn
Umar al-Inthaqy al-Dharif wafat 1008 H/1598 M, dokter yang terkenal pada
zamannya, seorang pengarang ilmu dibidangnya. Diantara karangannya: Tadzkirah Ulil Albab wa al-Jumu’u lil-Ujbi
al-Ujab, tentang ilmu kedokteran sebanyak tiga jilid. An-Nuzhatul al-Mubhiyah Fi Tasyhizil Azhan wa Ta’dili al-Amzijah, juga tentang ilmu kedokteran.[10]
d. Perkembangan dalam Bidang Agama
Pada masa kerajaan Utsmani, agama
memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial politik. Fatwa ulama menjadi
hukum yang berlaku. Mufti sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang
memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legistimasi Mufti,
keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan.
Pada masa ini tarekat berkembang sangat
pesat. Tarekat Bektasyi, al-Maulawiy dan Naqsabandiyah
merupakan tiga ajaran tarekat yang paling besar. Tarekat Bektasyi dibawa oleh Ahmad Yasawi (w.
1169), merupakan tarekat yang sangat berpengaruh terhadap tentara Jenissery.
Tarekat al-Maulawiy dibawa ole Jalaluddin Rumi (w. 1273 M), ia memperkenalkan
Sama’ yaitu sebuah tarian untuk
mendekatkan diri dengan zikir tertentu. Tarekat ini berpengaruh besar
dikalangan penguasa sebagai imbangan dari kelompok Jenissery Bektasyi. Adapun tarekat Naqsabandiyah dibawa oleh Baha-ud-Din Naqshaband, tarekat ini
memperkenalkan zikir Khafi
(diam/tidak bersuara) dan masih berkembang sampai saat ini.[11]
e. Perkembangan dalam Bidang
Pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, sultan
adalah penguasa tertinggi baik dalam bidang agama, politik, pemerintahan bahkan
sampai masalah perekonomian. Orang kedua yang berkuasa adalah wazir. Ia adalah
ketua penesehat kesultanan yang membawahi semua wazir dan amir. Di setiap
daerah terdapat qadi yang merupakan pimpinan agama di daerah tersebut yang
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan hukum pidana dan perdata menurut syariat
Islam berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.
Pada masa sultan Selim I dibentuk
Majelis Syaikhu al-Islami (Mufti) yang
berkedudukan di Istambul. Tugas utamanya memberikan fatwa dalam semua
permasalahan keagamaan, termasuk keputusan perang sesama muslim. Ia juga diberi
hak untuk melantik pegawai-pegawai istana di ibu kota Istambul.[12]
Multaqa
al-Abhur adalah kitab
undang-undang (qanun) yang disusun pada masa sultan Sulaiman I. dalam kitab
tersebut berisi tatacara dalam mengatur urusan pemerintahan negara. Kitab ini
menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Utsmani sampai datangnya reformasi
pada abad ke-19.[13]
3. Kemunduran Kerajaan Utsmani di Turki
Sejak wafatnya Sulaiman Al-Qanuni,
kemunduran kerajaan Utsmani sudah mulai terlihat. Perebutan kekuasaan diantara
anak keturunan Sultan telah mengakibatkan kekacauan dalam kerajaan. Selain itu
penganti Sulaiman sebagian besar adalah orang yang lemah dengan kepribadian
yang buruk. Kelompok tarekat Bektasyi
yang pernah Berjaya sebagai pasukan yang diandalkan oleh beberapa sultan juga
dibubarkan sehingga pertahanan kerajaan Utsmani mulai melemah.[14]
Dengan kelemahan pemerintah yang
demikian satu demi satu Negara-negara jajahan Utsmani mulai memberontak dan
melepaskan diri dari Kerajaan Utsmani. Kekalahan demi kekalahan melanda kerajaan Utsmani, sehingga pada peperangan
melawan Hungari kerajaan Utsmani mengalami kekalahan telak yang berakhir dengan
perjanjian Carlowitz pada tahun 1702 M. dalam perjanjian ini kerajaan Utsmani
kehilangan beberapa daerah jajahannya di Eropa, seperti Podolia, Azof, Albania
dan Hungaria. Tahun 1717 M kembali kerajaan Utsmani mengalami kekalahan besar
dari Austria, sehingga pada tahun 1718 diadakan perjanjian di Passarowitch yang
menyatakan seluruh Hungoria merdeka penuh. Tahun 1787 dan 1788 kerajaan Utsmani
menyerang Rusia yang menyebabkan perubahan batas wilayah yang merugikan Turki.[15]
Pada tahun-tahun berikutnya kerajaan
Utsmani telah kehilangan seluruh daerah jajahannya di Semenanjung Balkan, yang
dapat dipertahankan hanya Istambul sebagai ibu kota kerajaan dan Anatolia
sebagai daerah yang telah dianggap sebagai tanah tumpah darah orang-orang
Turki. Pada tahun 1918 Istambul diduduki Inggris akibat kekalahan dalam Perang
Dunia I. Tanggal 1 November 1992 Mustafa Kemal mengajukan rencangan
undang-undang penghapusan kesultanan kepada Majelis Nasional, sehingga
kesultanan dihapuskan. Akibatnya kerajaan Utsmani hanya menjadi sebuah
kekhalifahan. Mustafa Kamal melihat khalifah tidak bisa meninggalkan fungsinya
sebagai sultan dan tetap bertindak sebagai sultan. Tahun 1924 Majlis Nasional
menghapus keseluruhannya, kesultanan dan kekhalifaan, dan menggantikannya
dengan Republik Turki Sekuler. Tamatlah Kekhalifahan Utsmani di Turki.[16]
B.
Kerajaan Safawi di Persia
1.
Asal Mula Kerajaan Safawi di Persia
Kerajaan safawi memerintah tahun 1501-1722. Awalnya kerajaan
safawi adalah sebuah gerakan Tarekat Safawiyah yang dipimpin oleh Safi al-Din
Ishak Ardabily (1252-1334). Dalam dekade 1301-1447 M gerakan safawi bercorak
murni keagamaan dengan tarekat sawafiyah sebagai sarananya. Dalam dekade
1441-1501 M safawi memasuki tahap gerakan politik di bawah pimpinan Junaid Ibnu
Ali. Akibatnya safawi terlibat konflik dengan kekuatan politik yang ada di
Persia pada waktu itu. Contonya konflik politik dengan kerajaan-kerajaan
ak-Koyonlo (domba hitam) dan kerjaan-kerajaan ak-Koyonlo (domba putih) yang
bermazab sunni dibawah kekuasaan imperium Utsamani. Karena kegiaatan politiknya
junaid mendapat tekanan dari dari kerajaan kora Koyonlo, sehingga ia terpaksa
meminta suaka politik dari raja ak-Koyonlo.
Dalam dekade pengasingannya safawi mengadakan aliansi
politik dengan raja ak-Koyonlo, uzun Hasan. Tahun 1459 M, Junaid mencoba
merebut Ardabil tapi gagal. Kemudian pada tahun 1460 M, junaid mencoba merebut
Sircassia, tatapi pasukannya dihadang ole tentera syirwan dan ia terbunuh dalam
pertempuran tersebut.[17]
Anaknya Haidar resmi mengantikannya pada tahun 1470 M.
Haidar kawin dengan cucu Uzun Hasan dan lahirlah Ismail yang kemudian menjadi
pendiri kerajaan safawi di Persia dengan syiah sebagai mazhab kerajaan.
2. Perkembangan Peradaban Kerajaan Safawi di Persia
Dalam periode pemerintahannya, kerajaan safawi berhasil
membangun peradaban yang gemilang. Hal ini bisa dilihat dari kemajuan yang
dicapai kerajaan safawi, seperti kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu
pengetahuan, pembangunan dan arsitektur.
a. Perkembangan dalam bidang ekonomi
Pada masa Syah Abbas, kerajaan Safawi mampu membangun pusat
perdagangan internasional yang strategis setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan
mengubah pelabuhan Gurmun menjadi Bandar Abbas, sehingga menjadi sumber devisa
yang besar. Bandar Abbas merupakan jalur dagang antar Timur dan Barat, yang
diperebutkan oleh Belanda inggris dan Perancis.
Selain disektor perdagangan, sektor pertanian juga mengalami
kemajuan. Terutama didaerah Bulan Sabit Subur (Fortile Crescent).[18]
Wilayah ini merupakan wilayah subur yang cocok untuk pertanian.
b. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan.
Dalam bidang keilmuan, kerajaan safawi dianggap lebih
berhasil dibandingkan kerajaan Mughal dan Turki Utsmani. Baha al-Syaerazi
(generalis ilmu pengetahuan), Sadar al-Din al-Syaerazi (filosof), dan Muammad
Bagir ibn Muhammad Damad (filosof, sejarawan, dan teolog) adalah ilmuwan yang hidup
pada masa kerajaan safawi. [19]
Menurut Hudgso, sebagaimana dikutip oleh Arbiyah Lubis dalam
bukunya “Islam di Abad Pertengahan,” pada masa itu berkembang dua aliran
filsafat yaitu filsafat “Peripatetich” sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles
dan al-Farabi, dan filsafat “Israqi” yang dibawa oleh Suhrawardi,.[20]
c. Perkembangan dibidang Pembagunan dan Seni Arsitektur
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah
bangunan mengah. Isfahan, ibukota Safawi merupakan salah satu kota terindah
pada masa pemerintahan Abbas. Di kota tersebut berdiri bangunan-bangunan besar
lagi indah, seperti sekolah, rumah sakit, maupun mesjid. Salah satu mesjid yang
terkenal adalah Mesjid Syah.
Selain itu kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman
wisata yang ditata secara apik. Ketika Abbas wafat, di Isfahan terdapat 162
mesjid, 48 akademi, 1802 penginapan/losmen untuk penginapan kafilah, dan 273
pemandian umum. Abbas juga membagun sebuah istana yang megah di Isfahan yang
dikenal dengan “Chihil Sutun” atau
Istana 40 tiang.[21] Di atas
sungai Zende Rud Abbas membangun jembatan besar dan mempersiapkan taman bunga
empat penjuru (four gardens).[22]
3. Kemunduran Kerajaan Safawi di Persia
Dalam buku Islam di
Abad Pertengahan, Arbiyah Lubis menjelaskan, ada beberapa faktor yang
mempercepat keruntuhan kerajaan Safawi di Persia, diantaranya:
a. sistem pergantian Syah yang tidak konsisten. Sebagai
suatu dinasti, biasanya pergantian Syah diturunkan kepada anak atau saudara.
Dalam sejarah kerajaan Safawi, banyak Syah yang membinasakan keluarganya,
termasuk anak sendiri karena dianggap membahayakan tahtanya. Abbas Yang Angung
termasuk raja yang membunuh anaknya. Anaknya yang Sulung dicurigai mengadakan
pemberontakan karena ia dekat dengan rakyat. Tidak hanya itu, Abbas juga
memenjarakan ayah dan dua orang saudaranya di Alamut.
b. Pertualangan pemerintahan yang oportunis dari golongan
Qizilbash, Ghulam maupun Ulama. Pada saat-saat tertentu mereka mendapat
kesempatan menetukan roda pemerintahan di bawah Syah-Syah yang lemah. Tapi
mereka mempergunakannya secara sewenang-wenang. Akibatnya timbullah permusuhan
antar golongan dalam kerajaan, sehingga kerajaan jadi melemah. Contohnya,
pemerintahan para ulama Syi’ah yang berlaku kejam pada masa pemerintahan Syah
Husayn. Sehingga bangkitnya golongan Sunni yang membangkang terhadap kerajaan
Safawi.
3. Menurunya loyalitas pendukung kerajaan Safawi. Setelah
Syah Ismail mangkat, loyalitas Qizilbash menurun kepada kerajaan Safawi dan
bergeser kepada suku masing-masing. Loyalitas Ghulam yang dibina oleh Syah
Abbas juga bergeser kepada asal-usul mereka, Georgian setelah Syah Abbas I
mangkat.
4. Munculnya kerajaan yang tingkat ashabiahnya sangat tinggi
seperti bangsa Afghan yang berusaha menghancurkan kerajaan Safawi. Maka
kerajaan Safawi tidak dipertahankan lagi, karena para pendukungnya telah
melorot ashabiahnya.[23]
Adapun sebab langsung kehancuran kerajaan Safawi adalah
penyerbuan bangsa Afghan terhadap ibu kota Isfahan pada tanggal 1 Muharram 1835
/ 12 Oktober 1722 M, sehingga Syah Husayn terpaksa menyatakan menyerah kepada
Mir Mahmud. Setegah bulan sesudahnya, Mir Mahmud memasuki ibu kota Isfahan
dengan penuh kemenangan sekaligus menerima mahkota kerajaan Safawi dari Syah
Husayn. Dengan peristiwa ini, tamatlah kerajaan Safawi. Meskipun sesudah itu
masih ada usaha Tahmasap putera Syah Husayn untuk mempertahan mahkota kerajaan
Safawi di Qizwen dan di Ardabil, namun usaha tersebut dapat dihancurkan oleh
tentara Afghan.[24]
C.
Kerajaan Mughal di India
1. Asal Mula Kerajaan Mughal di India
Kerajaan mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530
M), salah satu cucu Timur Lenk. Kerajaan ini berdiri setelah seperempat abad
berdirinya kerajaan safawi di Persia. Mughal bukanlah kerajaan Islam yang
pertama di India. Raja Kadangalur, Cheraman Perumal memeluk agama Islam dan
menganti namanya menjadi Tajuddin, ia sempat bertemu dengan Nabi Saw.[25]
Babur meninggal pada tahun 1530 M, digantikan oleh anaknya
Humayun (1530-1556 M). Pada masa Humayun, Mughal dapat menggabungkan Malwa dan
Gujarat kedaerah kekuasaannya. Humayun meninggal karena terjatuh dari tangga
perpustakaannya. Kekuasaan diganti oleh anaknya Akbar. Akbar mempunyai pendapat
yang liberal dalam agama. Ia ingin menyatukan semua agama dalam bentuk agama
baru yang diberi nama Din Ilahi. Akbar juga menerapkan politik Salakhul
(toleransi Universal), sehingga semua agama rakyat menurut pandangannya sama,
tidak dibedakan antara etnis dan agama. Pada zaman Akbar inilah kerajaan Mughal
mencapai puncak kejayaan.
2. Perkembangan Peradaban Kerajaan Mughal di India
Sama dengan kerajaan-kerajaan lain. Kerajaan Mughal juga
memiliki peradaban yang tinggi. Hal ini nampak dari lajunya kemajuan yang dicapai
oleh kerajaan Mughal, baik dari segi pemerintahan, ilmu pengetahuan, arsitektur
maupun agama.
a. Perkembangan dibidang Pemerintahan.
Menurut Hoyland, sebagaimana dikutip oleh Arbiyah Lubis
dalam bukunya Islam di Abad Pertengahan “
Kekuatan Politik Islam Pasca Jatuhnya Baghdad,” bentuk pemerintahan Mughal
di India adalah Monarki Absolut, dimana Hukum tertulis (undang-undang) tidak
ada, kehendak rajalah yang merupakan keputusan hukum tertinggi. Babar sendiri
menyebut dirinya sebagai Padisyah, yang berarti dia bukan Kepala Negara yang
Demokratik, tetapi raja yang berdaulat dan otoraktis.[26]
Pada masa pemerintahan Akbar, ia menerapkan Sulakhul (toleransi universal). Politik
ini mengandung ajaran ajaran bahwa semua rakyat India sama kedudukannya. Tidak
ada perbedaan etnis maupun agama. Lebih lanjut lagi akbar ingin menyatukan
semua agama menjadi agama yang baru yang disebut Din Ilahi. Ia dinobat sebagai Mujtahid
Mutlak. Secara umum politik ini berhasil menciptakan kerukunan masyarakat
India yang sangat beragam suku dan kenyakinan.[27]
b. Perkembangan dibidang Ilmu Pengetahuan.
Sebelum kerajaan Mughal muncul, pendidikan kurang mendapat
perhatian di India. Pendidikan mendapat
perhatian besar ketika kerjaan Mughal berdiri di India. Kerajaan Mughal sangat
mendorong pendidikan rakyatnya, raja sering menghadiahkan tanah dan uang kepada
mesjid-mesjid, setiap mesjid harus mempunyai sekolah rendah.[28]
Di masa pemerintahan Jahangir, dibuat peraturan yang
mengatakan: apabila seorang kaya atau musafir meninggal dunia, dan tidak
mempunyai ahli waris, maka hartanya jatuh ketangan Raja untuk digunakan
mendirikan sekolah baru dan memperbaiki sekolah yang rusak. Pada masa
pemerintahan Syah Jahan didirikan perguruan tinggi di Delhi. Selanjutnya
perguruan tinggi terus didirikan pada pemerintahan Aurangzib.[29]
Di masa kerajaan Mughal juga muncul
sejumlah penyair seperti Urfi, Naziri, Zunuri. Mereka menduduki posisi-posisi tinggi
dalam sejara puisi India. Puisi-puisi karya mereka bukan saja memiliki karakter
tersendiri, tetapi juga mengandung falsafah hidup. Salah seorang penyair sufi
alegoris Hindu dekade pertama Mughal adalah Malik Muhammad Jaisi. Sementara itu
penyair lain yang hidup pada masa Jahangir adalah Tulib Amuli.[30]
c.
Perkembangan dibidang Pembagunan dan Seni Arsitektur
Bidang karya seni merupakan yang paling
menonjol pada kerajaan ini. Sejumlah bangunan peninggalan Mughal masih bisa
dilihat sampai sekarang. Seperti Istana Fatfur, Sikri, Villa, dan sejumlah
mesjid indah yang di bangun oleh Akbar, mesjid berlapiskan mutiara dan Tajmahal
di agra yang dibangun oleh Syah Jenan, Mesjid Agung Delhi dan Istana di Lahore.[31]
Ciri yang menonjol dari arsitektur
Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi
warna-warni. Bangunan yang menunjukkan ciri ini antara lain Lah Qellah (benteng merah),
istana-istana makam kerajaan, dan yang paling menonjol adalah Tajmahal.
d. Perkembangan dalam Bidang Agama
Keagamaan di kerajaan Mughal cukup
menarik. Pada masa Akbar, perkembangan agama di kerajaan Mughal mencapai suatu
fase yang menarik, dimana pada masa itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru
dalam beragama, yaitu konsep Din Ilahi.[32]
Karena aliran ini Akbar mendapat kritik
dari berbagai lapisan umat Islam. Bahkan Akbar dituduh membuat agama baru. Pada
Prakteknya, Din Ilahi bukan sebua
ajaran tentang agama Islam. Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan
umat-umat beragama di India. Sayangnya konsepsi itu mengesankan kegilaan Akbar
terhadap kekuasaan dengan symbol-simbol agama yang dikedepankan.
3. Kemunduran Kerajaan Mughal di India
Kehidupan
seperti roda berputar, kadang di atas kadang di bawah. Demikian pula halnya
Dinasti Islam Mughal di India. Sebagaimana dinasti-dinasti Islam lainnya,
dinasti ini pun mengalami siklus: berdiri, berkembang, mencapai puncak,
mengalami kemunduran, lalu hancur. Itulah siklus peradaban seperti yang
dikemukakan Ibnu Khaldun, sejarawan Muslim terkemuka melalui teori Ashabiyah-nya.
Sepeninggalan
Aurangzeb pada 1707 M, kesultanan mughal mulai menunjukkan tanda-tanda
kemunduran karena generasi pemimpin selanjutanya sangat lemah. Kemunduran ini
ditandai dengan konflik dikalangan keluarga kerajaan, yang intinya adalah
saling berebut kekuasaan. Keturunan Babur hampir semuanya memiliki watak yang
keras dan ambisius, sebagaimana nenek moyang mereka yaitu Timur Lenk yang juga
memiliki sifat demikian.Ketika Jehangir menggantikan Abbas I, ia mendapat
tentangan dari saudaranya, Khusraw yang juga ingin tampil sebagai penguasa
Mughal. Lalu saat Syah Jihan menggantikan Jehangir, giliran ibu tiri beliau
yang menentang karena ingin anaknya yaitu Khurram, menggantikan Jehangir.
Begitu pun saat Syah Jihan mulai mendekati ajalnya, anak-anak Syah Jihan
diantaranya Aurangzeb, Dara siqah, Shujah, dan Murad Bakhs saling berebut
kekuasaan hingga menyebabkan perang saudara yang berkepanjangan.
Faktor
lainnya yang sangat berpengaruh adalah serangan dari kerajaan atau kekuatan
luar. Serangan ini mulanya dilakukan oleh kerajaan Safawi di persia yang
memperebutkan wilayah Qandahar. Pada 1622 M, daerah ini berhasil dikuasai oleh
Safawi. Pada 1739 M, Nadir Syah dari Safawi menyerbu Mughal dengan alasan bahwa
Mughal tidak mau menerima duta bangsa yang dikirim olehnya. Lalu disusul
ketegangan dengan Afganistan pada masa pemerintahan Muhammad Syah, kerajaan
Mughal mendapat serangan dari suku afgan yang dipimpin oleh Ahmad Syah. Pada
1748 Ahmad Syah berhasil menguasai Lahore.
Pemberontakan
Hindu juga turut memperkeruh suasana. Hindu yang merupakan mayoritas di sana,
tidak senang menjadi warga kelas dua dibandingkan islam yang menjadi warga
kelas satu padahal jumlahnya minoritas.Wajah Islam di India pada masa Aurangzeb
tampak lebih dominan. Dia berusaha mengangkat kembali citra Islam yang tampak
“redup” beberapa dasawarsa sebelumnya. Ia giat mengembalikan kemurnian Islam.
Usaha ini patut dihargai. Sebab, dari sini terlihat kecintaan seorang Aurangzeb
terhadap Islam. Namun, perlu diingat, Islam adalah agama yang mensponsori
perdamaian, tanpa paksaan, dan tidak mentolelir berbagai tindak kekerasan
terhadap pemeluk agama lain. Memurnikan ajaran Islam dengan merusak tempat
ibadah agama lain, bukanlah pesan Islam.
Kebijakan
Aurangzeb untuk menghancurkan kuil-kuil Hindu, meletakkan arca di jalan-jalan
agar selalu diinjak tampaknya menjadi sebuah kekeliruan. Hal ini menyebabkan
terjadinya pemberontakan hebat dari kalangan Hindu. Pada 1739 M Hal ini membuat
repot kerajaan Mughal terlebih disaat yang hampir bersamaan muncul pula tekanan
dari Inggris.
Keruntuhan
Mughal juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, dimana kemunduran politik negeri
ini sangat menguntungkan bangsa-bangsa barat untuk menguasai jalur perdagangan.
Persaingan diantara mereka akhirnya dimenangi oleh Inggris yang kemudian untuk
memperkuat pengaruhnya, mendirikan EIC (East India Company). Dengan
mendatangkan pasukan kerajaan Inggris untuk mengamankan dan mestabilkan
wilayahnya.
Menyadari
kekuatan Mughal semakin menurun, maka Syah Alam membuat perjanjian dengan
Inggris, dimana ia menyerahkan Oudh, Bengal dan Orisa kepada inggris. Monopoli
Inggris yang sangat otoriter dan cenderung keras membuat rakyat Mughal yang
muslim maupun Hindu, bersama-sama mengadakan pemberontakan. Akan tetapi dapat
dikalahkan. Walaupun dalam serangan itu pasukan Hindu yang memulainya, akan
tetapi Inggris melihat umat islam dan Bahadur Syah II, ikut campur dalam
penyerangan itu. Maka sebagai hukumannya, Inggris memporak-porandakan wilayah
Mughal dengan kekuatan senjatanya yang selangkah lebih maju dibandingkan
pasukan Mughal dan Hindu. Masjid dan Candi menjadi sasaran penghancuran.
Bahadur sendiri di usir dari istana pada 1858 M, maka sejak saat itu
berakhirlah kekuasaan kerajaan Mughal di India dan digantikan oleh imperialisme
Inggris.
Secara
singkat dapat dikatakan bahwa kemunduran kerajaan Mughal disebabkan oleh
faktor-faktor berikut:
a.
Para pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir
adalah orang-orang yang lemah dalam bidang kepemimpinan yakni pasca
kepemimpinan Jahangir Aurangzeb.
b.
Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan
elite politik.
c.
Konflik internal kerajaan yakni perang saudara
yang berkepanjangan dalam memperebutkan kekuasaan.
- Konflik – konlfik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintah daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat.
- Pemberontakan oleh masyarakat Hindu akibat ketidakadilan penguasa.
- Persaingan ekonomi dengan pihak asing terutama bangsa Barat yakni Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Fadlali, dkk, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
Pustaka Asatruss, 2004.
Ajid
Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam “Melacak Akar-Akar sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat
Islam,” Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Arbiyah
lubis, Islam di Abad Pertengahan
“Kekuatan Politik Islam Pasca Jatuhnya Bagdad.” Banda Aceh: Yayasan Pena,
2008.
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, cet.
XV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Departemen
pendidikan dan kebudayaan, Ensiklopedia
Islam, cet. IV, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Fuadi
Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta:
Teras, 2012.
Munawiyah,
dkk, Sejarah Peradaban Islam, Banda
Aceh: PSW IAIN Ar-Raniry, 2009.
Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik
“Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,” Jakarta: Kencana, 2011.
Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet.
II, Jakarta: Amzah, 2010.
Siti Mariam, dkk, Sejarah peradaban Islam dari Masa Klasik
hingga Modern, Yogyakarta: Lesfi, 2003.
[1]Oleh Baihaqi M.Hasan
[3]Munawiyah, dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Banda Aceh:
PSW IAIN Ar-Raniry, 2009), hal.176.
[4] Badri Yatim, Sejarah…”, hal. 136.
[5]Badri Yatim, Sejarah…”, hal.134
[6] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik “Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam,” (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 246.
[7] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia
Islam “Melacak Akar-Akar sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam,” (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 187-188.
[8]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban…,” hal. 188.
[9] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet. II,
(Jakarta: Amzah, 2010), hal.203.
[10]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam…,” hlm. 249-250.
[11]Munawiyah, Sejarah…”, hal. 20.
[12]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban…,” hal. 181.
[13]Munawiyah, Sejarah…”, hal. 18.
[14]Munawiyah, Sejarah…”, hal 179.
[15]Arbiyah lubis, Islam di Abad Pertengahan “Kekuatan Politik
Islam Pasca Jatuhnya Bagdad.” (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2008), hal. 101.
[16]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 101-104.
[17]Munawiyah, Sejarah…”, hal. 179-181.
[18]Ahmad Fadlali, dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Pustaka Asatruss, 2004), hal.155.
[19] Ahmad Fadlali, Sejarah…,” hal.155.
[20]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 133.
[21]Ahmad Fadlali, Sejarah…,” hal. 155-156.
[22]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 131-132.
[23]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 136-138.
[24]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal.140.
[25]Siti Mariam, dkk, Sejarah peradaban Islam dari Masa Klasik
hingga Modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2003), hal. 196.
[26]Arbiyah lubis, Islam di Abad…”, hal. 164.
[27]Ahmad Fadlali, Sejarah…,” hal. 155-156.
[28]Arbiyah Lubis, Islam di Abad…”, hal. 166.
[29]Arbiyah Lubis, Islam di Abad…”, hal. 166.
[30]Fuadi Imam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 85.
[31]Ahmad Fadlali, Sejarah…,” hal. 164.
[32]Departemen pendidikan dan
kebudayaan, Ensiklopedia Islam, cet.
IV, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hal. 211.