Peneliti Perancis Denys Lombard membuktikan bahwa era kejayaan
Aceh pada masa Iskandar Muda bukanlah dongeng seperti disebut peneliti Belanda
Snouck Hurgronje. Seperti apa gaya hidup orang Aceh pada masa itu?
Mengenai hal ini, Lombard membahasnya secara khusus pada sebuah
bagian dari bukunya berjudul Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda
(1607-1636).
Berdasarkan sejumlah dokumen lama, Lombard menulis soal pakaian,
makanan, hingga perkawinan.
Mengenai pakaian, Mengutip keterangan seorang penjelajah Francois
Martin dari dokumen tahun 1604, Lombard menulis,”Pakaian mereka biasanya dari
belacu biru –jenis yang paling bagus, warnanya merah lembayung. Mereka mempunya
kebiasaan aneh, yaitu di atas kepala mereka memakai serban yang diikat seperti
gulungan, sedemikian rupa sehingga ujung kepalanya tak tertutup—seperti dipakai
anak-anak gadis kita kalau menjunjung kenceng susu mereka. Di pundak, mereka
memakai baju atau rompi dengan lengan yang lebarnya bukan alang kepalang dan
yang ketat di pergelangan, sebuah “lunghee” yang melilit pinggang, pedang
panjang di sisi, kurang lebih seperti caranya di Deccan, yang bergantung pada
sabuk yang selempangkan.”
Keterangan lain yang ditemukan Lombard adalah berdasarkan catatan
Peter Mundy dalam bukunya The Travels of Peter Mundy in England, Western India,
Achen, Macao and the Canton Province, 1634-1637. Dalam buku itu, kata Lombard,
Mundy menulis,”Semua laki-laki mencukur bibir atas dan dagunya; semuanya jalan
tanpa alas kaki, dari raja sampai pengemis yang paling kere.”
Lombard juga mengutip keterangan Dampier pada tahun 1688.
Keterangan ini juga dikutip dari buku Francois Martin. Isinya,”yang paling
terkemuka dari mereka memakai kupiah yang pas di kepala, terbuat dari kain wol
yang diwarnai merah atau warna lain dan yang bentuknya seperti topi tanpa tepi;
…mereka memakai celana pendek dan orang bangsawan memakai sepotong kain sutera
yang longgar di atas pundak…; tetapi orang kecill telanjang dari pinggang ke
atas. Mereka juga tidak memakai kaos kaki atau sepatu dan hanyalah orang
kaya-kaya yang memakai semacam sandal. Perempuan kebanyakan mempunya beberapa
lubang di telinga yang di dalamnya dipasang perhiasan yang kadang-kadang berat
sekali.”
Soal cara makan, Lombard bersandar pada catatan perjalanan
Laksamana Perancis Augustin De Beaulieu yang datang ke Aceh pada 1620. Beaulieu
menulis,”apabila orang Eropa membicarakan soal makanan, mereka heran karena
sifatnya yang sangat sederhana. Mereka cukup makan sedikit saja: makannya
hampir selalu nasi saja. Mereka yang kaya makan dengan sedikit ikan, sedikit
sayuran dan baru orang besarlah yang makan ayam yang dibakar di atas arang atau
yang direbus untuk satu hari penuh. “
Keterangan lain mengenai makanan ini dikutip dari Dampier yang
bercerita bahwa di pasar ada “uanggas, ikan dan daging kerbau bagi orang
bangsawan”, ia berkata seterusnya “semuanya itu dimasak enak benar dan
disedapkan dengan lada dan bawang putih.”
Lombard juga menyinggung soal sistem perkawinan. Meskipun juga
merujuk pada buku Snouck Hurgranje, Lombard juga menyandingkannya dengan
catatan De Beulieu pada abad ke-17 yang menulis,”sesuai dengan hukum Muhammad,
mereka memperistri perempuan sebanyak yang mereka inginkan atau dapat mereka
hidupi, tetapi salah satu di antara perempuan itu adalah isteri utama dan anak-anaknyalah
yang menjadi pewaris yang sah; mereka tidak memperlihatkan istri mereka atau
mengizinkannya keluar rumah, tetapi yang boleh keluar ialah budak dan beberapa
selir mereka. Si suami biasanya memperistri dara muda dan ia harus membayar
untuk memperolehnya dari orang tuanya, dan harus memberinya sebagian dari harta
bendanya sebagai warisan. Inilah yang digambarkan oleh Snouck Hurgronje dengan
istilah “jinamee”.
Lahir di Perancis pada 1938, Lombard sudah lama memendam rasa
penasaran akan nama besar Sultan Iskandar Muda. Pada 1967, setelah menelusuri
sejumlah catatan sejarah tentang Aceh dan Iskandar Muda, ia menyelesaikan
penelitiannya. Lombard menyelisik sejumlah dokumen, buku-buku lawas, hingga
manuskrip yang tersimpan di sejumlah museum di luar negeri.
Sejumlah buku yang menjadi rujukannya antara lain Bustanussalatin
karya Nurruddin Ar-Raniry, Hikayat Aceh yang anonim, catatan perjalanan
Laksamana Perancis Augustin De Beaulieu yang datang ke Aceh pada 1620, hingga
korespondensi surat menyurat antara Sultan Iskandar Muda dan sejumlah kerajaan
di Eropa dan Timur Tengah. Lombard juga membongkar dokumen sastra Cina zaman
Dinasti Ming.
Sebagian besar isi buku Lombard ini memang bersandar pada catatan
perjalanan De Beaulieu. Alasannya, Beaulieu adalah satu-satunya orang Eropa
yang dipercaya sultan untuk keluar masuk istana. Beaulieu pun sempat menetap
setahun di Aceh.