Shalat tarawih adalah bagian dari shalat sunnah Al-Mu’akkadadah
(shalat sunnah yang sangat disunnahkan). Sedangkan raka’at shalat tarawih
adalah 20 rakaat tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan Umar dan
mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya.
Bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama’ madzhab,
Syafi’i, Hanafi, Hanbali dan mayoritas Madzhab Maliki. Karena dalam Madzhab
Malikyi ini masih ada khilaf, seperti hadist yang diriwayatkan dari Imam Malik
bin Anas ra, Imam darul Hijroh Madinah yang berpendapat bahwa shalat tararawih
itu lebih dari 20 rakaat sampai 36 rakaat. Adapun hadist Malik bin Anas adalah
sebagaimana berikut: Beliau berkata; “Saya
dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadhan ‘yakni shalat
tarawih’ dengan tiga puluh sembilan raka’at yang tiga adalah shalat Witir.”
Imam Malik sendiri memilih 8 rakaat namun secara mayoritas
Malikiyyah sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah dan
Hanafiyyah yang telah sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 raka’at, hal ini
merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’nya.
Shalat Tarawih Pada Masa Abu
Bakar
Pada masa Abu Bakar, Umat Islam melaksanakan shalat tarawih
sendiri-sendiri atau berkelompok sekitar 3, 4, dan atau 6 orang. Shalat tarawih
dengan satu imam di masjid belum ada, sehingga pada masa tersebut rakaat shalat
tarawihpun belum ada ketetapan yang secara jelas, karena para shahabat ada yang
melaksanakan shalat 8 rakaat kemudian menyempurnakan di rumahnya seperti pada
keterangan di awal.
Shalat Tarawih Pada Masa Umar
Setelah Umar mengetahui umat Islam shalat tarawih sendiri-sendiri,
barulah muncul dalam pikirannya untuk mengumpulkan para sahabat untuk
melaksanakan shalat tarawih di dalam masjid dengan satu imam, sebagaimana
keterangan di bawah ini: “Dari Abi
Hurairah ra, beliau berkata: “Rasulullah
SAW keluar di bulan Ramadhan, beliau melihat banyak manusia yang melakukan
shalat tarawih di sudut masjid, beliau bertanya, ‘Siapa mereka?’, kemudian
dijawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai al-Qur’an (tidak bisa
menghafal atau tidak hafal al-Qur’an), dan sahabat Ubay bin Ka’ab shalat
mengimami mereka’. Lalu Nabi berkata: ‘Benar mereka itu, dan sebaik-baiknya perbuatan
adalah yang mereka lakukan’.” (HR: Abu Dawud).
Kemudian Umar berinisiatif mengumpulkan para sahabat shalat
tarawih dalam satu Masjid dengan satu imam. Sebagaimana keterangan:“ Dari
‘Abdirrohman bin ‘Abdil Qori’ beliau berkata; ‘Aku keluar bersama Umar bin Khatthab ra ke Masjid pada bulan Ramadhan.
(Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada
yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjama’ah. Lalu Umar
berkata: ‘Aku punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah satu
imam, niscaya itu lebih bagus.’ Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang
imam, yakni Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke
masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjama’ah di
belakang satu imam. Umar berkata: ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat
tarawih dengan berjama’ah)’,” (HR: Bukhari).
Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang
mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan tarawih dengan cara berjama’ah
adalah Umar, sedangkan jama’ah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan
20 rakaat. Sebagaimana keterangan: Dari Yazid bin Ruman telah berkata: "Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa umar ra di bulan ramadhan sebanyak 23 rakaat." (HR. Malik).
Yang dimaksud 23 rakaat adalah, melaksanakan shalat tarawih 20
rakaat dan witir. Dengan bukti hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid: “Dari Saaib bin Yazid berkata: “Para sahabat
melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 20
rakaat,” (HR. Al-Baihaqi).
Apakah Umar salah karena telah melakukan apa yang tidak dilakukan
oleh Rasulullah?
“Sesungguhnya Allah telah
menjadikan kebenaran melalui lisan dan hati Umar,” (HR. Turmudzi). “Dari
Hudzaifah ra ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda; ‘Ikutilah dua orang
setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar,” (HR. Turmudzi).