Wednesday, January 16, 2013


SIAPA tak kenal George Soros, miliarder Yahudi berkebangsaan Amerika yang pernah mengantar Indonesia bersama sejumlah negara lainnya ke lembah kelam bernama krisis moneter, 1997-1998 silam. Indonesia dibuatnya porak-poranda, yang hingga kini jelas masih terasa. Soros dikenal memiliki kemampuan tinggi dalam berspekulasi di bidang perdagangan mata uang.

Bahkan, pada 1982, dalam waktu singkat Soros berhasil meraup keuntungan 1,2 miliar dolar dalam perdagangan mata uang Poundsterling. Akibatnya, sebagian perekonomian Inggris hancur. Ia pun dijuluki sebagai “Pria Yang Menghancurkan Pound” (The Man Who Broke the Pound).

Siapa pula tak mengenal Hary Tanoesudibyo, seorang bos media yang saat ini sedang mencoba peruntungan politik di Partai NasDem. Pria yang akrab disapa HT ini juga dikenal ulung mengelola keuangan. Kendati umurnya masih relatif muda, ia sudah mampu menguasai berbagai sektor penting, utamanya industri media.

Lantas, bagaimana keduanya bisa sehebat itu? Benarkah ada hubungan khusus di antara keduanya? Benarkah HT sengaja dipakai Soros untuk menguasai perekonomian Indonesia?

Info beredar, keduanya memang telah lama menjalin persahabatan. Salah satu indikasi persahabatan itu, Soros punya 15 persen saham di PT Bhakti Investama, milik HT. Perusahaan ini beberapa waktu lalu pernah terseret kasus penyuapan yang diungkap KPK.

Soros juga disebut-sebut berkaitan erat dengan skandal Bank Century. Itu karena Soros memiliki 19 persen saham di Bank CIC, cikal bakal merger Bank Century. Dengan cerdas, Soros lalu merampok kas Indonesia di pasar modal Indonesia.

Itu dia lakukan melalui Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac disatukan menjadi Bank Century. Caranya, Bank CIC melakukan transaksi surat-surat berharga (SSB) fiktif senilai 25 juta dolar AS yang melibatkan Chinkara. Pada 2003, Bank CIC memiliki surat berharga dalam valuta asing sekitar Rp 2 triliun dan US Treasury Strips senilai 185,36 juta dolar AS.

Selanjutnya, Bank Indonesia pada 2004 menyetujui proses merger Bank Pikko dan Bank Danpac ke dalam Bank Century. Robert Tantular menjadi pemegang saham Bank Century bersama Alwarraq Hesyam Talaat dan Rafat Ali Rizvi tanpa fit and proper test sebagai bankir. Paska merger tersebut, Soros dikabarkan lebih banyak berperan di belakang layar, karena Bank Century dianggap sudah mampu dikendalikan Robert Tantular.

Kiprah Soros lainnya adalah pernah terlibat dalam proses tender saham yang dimiliki pemerintah di PT Astra International Tbk. Soros menyusup ke Astra melalui PT Bhakti Investama yang sahamnya dimiliki Quantum Fund, induk perusahaan milik Soros. Nilai investasi Soros saat itu diperkirakan sekitar Rp 203,5 miliar.

Dalam berbagai kebijakan HT, kuat dugaan ada Soros yang setia melindunginya dari belakang layar. Termasuk ketika HT membeli saham Bentoel, SCTV, Astra Internasional, dan PT Artha Graha Investama Sentral (AGIS). Soros memberikan konsultasi agar HT fokus pada bisnis media cetak dan televisi. Alasannya, prospek bisnisnya cukup besar.

Atas saran Soros, HT lantas melepas saham SCTV dan membeli RCTI dari Bimantara, kemudian memborong saham TPI (sekarang MNC TV) dan Global TV. Saham HT lalu melebar ke Music Televisi Indonesia , radio Trijaya dan ARH, Harian Seputar Indonesia dan Tabloid Gennie; Majalah Trust (sekarang Majalah Sindo). Konsep yang ditawarkan Soros adalah dengan menguasai industri media, maka bisnis lain akan terbantu. Termasuk mampu menembus dunia politik. Usai meraup keuntungan dari industri media, Soros-HT lalu membidik pasar telekomunikasi dengan layanan seluler Fren.

Lihat saja, dua presenter Indonesia yakni Rosianna Silalahi (SCTV) dan Putra Nababan (RCTI) pernah mewawancarai dua presiden AS. Rosianna untuk Presiden Bush, sementara Putra untuk Presiden Obama. Ditengarai, keberhasilan dua presenter itu juga tidak terlepas dari jasa Soros.

Sejak awal, HT memang sudah dipersiapkan Yahudi AS untuk menguasai Indonesia. Hal itu ia peroleh saat masih kuliah di Ottawa University, Kanada. Saat itu, HT sudah berpengalaman bermain saham di bursa Toronto.

Soal terjunnya HT ke dunia politik tentu saja bukan karena kebetulan. Meski harus diakui, langkah HT tersebut mendapat perlawanan ‘kecil’ dari kaum nasionalis. Bukan kebetulan juga ketika HT menjanjikan modal Rp 5 miliar bagi kader NasDem yang ingin bertarung di Pemilu Legislatif 2014 nanti.

Kepiawaian HT menggoreng pundi-pundi Keluarga Cendana (Titik Prabowo dan Bambang Soeharto) melalui PT Bhakti Investama juga berasal dari Soros. Kesimpulannya, Soros-HT memang memiliki kisah yang mirip. Atau boleh disebut, HT adalah anak didik sang miliarder Soros. Benarkah?




Sumber: http://votreesprit.wordpress.com/2012/10/10/george-soros-di-belakang-bos-media-harry-tanoe