Wednesday, January 2, 2013



Gerakan Zionisme adalah suatu gerakan berdasarkan prinsip 'rasisme'. Rasisme adalah suatu paham yang mempercayai bahwa, suatu ras tertentu lebih unggul daripada ras-ras yang lain. Hal itu didasarkan pada paham:
1.    Berdasarkan Talmud kaum Yahudi mempercayai mereka adalah "Ummat Pilihan Tuhan", dan memiliki derajat dan keunggulan di atas bangsa-bangsa mana pun. Berdasarkan Talmud pula bangsa-bangsa non-Yahudi tergolong sebagai "goyyim", yang artinya 'sub-human' , atau "kaum budak", bagi bangsa Yahudi.
2.    Berdasarkan prinsip rasis tadi, kaum Yahudi bersikap dan berperilaku rasis pula.
3.    Di mata kaum Yahudi semua bangsa tanpa kecuali, termasuk orang Arab- Palestina, tergolong 'goyyim', yang artinya lebih rendah derajatnya dari manusia, dan karenanya "tidak boleh dan tidak dapat diperlakukan sebagai manusia".
4.    Berdasarkan prinsip rasis tersebut kaum Yahudi menghalalkan segala cara terhadap kaum 'goyyim', termasuk cara-cara terorisme sebagai modus operandi utama untuk membangun negara Yahudi
5.    Negara Israel sejak dicita-citakan sampai dengan berdirinya sebagai suatu negara didirikan di atas pondasi "terorisme oleh negara" sampai dengan sekarang.

Ideologi Zionisme negara Israel dibentuk sepenuhnya berdasarkan pada keyakinan keunggulan ras Yahudi. Meski tersebar di seluruh dunia, "bangsa Yahudi adalah bangsa yang satu, ummat pilihan Tuhan, bangsa yang derajatnya di atas ras atau bangsa-bangsa yang lain". Karena paham itu pula setiap orang Yahudi berdasarkan keturunan darah langsung secara otomatis adalah warga negara Israel dimana pun mereka berada. Penduduk Israel yang non-Yahudi, dapat menjadi warga-negara Israel, namun karena kedudukan mereka sebagai 'goyyim', mereka tidak memiliki hak-hak yang sarna dengan orang Yahudi. Mempertimbangkan hal tersebut PBB mengeluarkan Resolusi PBB No. 3379-D/l0/11/75 yang menyatakan bahw I "Zionisme adalah Gerakan Rasisme". Resolusi ini hanya mampu bertahan 15 tahun. Setelah Perang Teluk berakhir pada tahun 1991, atas desakan Amerika Serikat, Resolusi PBB No. 3379-D/10/11/75 tersebut dicabut.

Prinsip kewarga-negaraan ganda itu dikaitkan dengan banyaknya kedudukan di bidang politik, ekonomi, dan militer di Amerika Serikat yang kebetulan diduduki atau dikuasai oleh orang Yahudi, ini mengakibatkan nyaris semua kebijakan Amerika Serikat tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan negara Yahudi Israel.

Contoh yang paling menyolok dan mendapatkan kecaman dari dunia internasional, termasuk dari Mary Robertson, ketua Komisi Hak-hak Azazi Manusia PBB, adalah kegagalan PBB pada tangga1 29 Agustus - 3 September 2001 pada konperensi yang ditaja PBB di Durban, Afrika Selatan, untuk membicarakan tentang "Rasialisme, Xenophobia dan Intoleransi". Dalam agenda konperensi semula ada tercantum draft untuk membahas kedudukan Israel. Meskipun dalam resolusi yang dihasilkan oleh konperensi PBB tersebut kemudian berhasil digagalkan oleh negara-negara Uni Eropa untuk menghapus posisi negara Israel sebagai sebuah negara rasis, Amerika Serikat dan Israel tetap tanpa kepalang tanggung memboikot konperensi itu dengan cara walk-out bahkan sebelum sidang dimulai.