Gerakan Zionisme adalah
suatu gerakan berdasarkan prinsip 'rasisme'. Rasisme adalah suatu paham yang
mempercayai bahwa, suatu ras tertentu lebih unggul daripada ras-ras yang lain.
Hal itu didasarkan pada paham:
1.
Berdasarkan
Talmud kaum Yahudi mempercayai mereka adalah "Ummat Pilihan Tuhan",
dan memiliki derajat dan keunggulan di atas bangsa-bangsa mana pun. Berdasarkan
Talmud pula bangsa-bangsa non-Yahudi tergolong sebagai "goyyim", yang
artinya 'sub-human' , atau "kaum budak", bagi bangsa Yahudi.
2.
Berdasarkan
prinsip rasis tadi, kaum Yahudi bersikap dan berperilaku rasis pula.
3.
Di
mata kaum Yahudi semua bangsa tanpa kecuali, termasuk orang Arab- Palestina,
tergolong 'goyyim', yang artinya lebih rendah derajatnya dari manusia, dan
karenanya "tidak boleh dan tidak dapat diperlakukan sebagai manusia".
4.
Berdasarkan
prinsip rasis tersebut kaum Yahudi menghalalkan segala cara terhadap kaum
'goyyim', termasuk cara-cara terorisme sebagai modus operandi utama untuk
membangun negara Yahudi
5.
Negara
Israel sejak dicita-citakan sampai dengan berdirinya sebagai suatu negara
didirikan di atas pondasi "terorisme oleh negara" sampai dengan
sekarang.
Ideologi Zionisme negara
Israel dibentuk sepenuhnya berdasarkan pada keyakinan keunggulan ras Yahudi.
Meski tersebar di seluruh dunia, "bangsa Yahudi adalah bangsa yang satu,
ummat pilihan Tuhan, bangsa yang derajatnya di atas ras atau bangsa-bangsa yang
lain". Karena paham itu pula setiap orang Yahudi berdasarkan keturunan
darah langsung secara otomatis adalah warga negara Israel dimana pun mereka
berada. Penduduk Israel yang non-Yahudi, dapat menjadi warga-negara Israel,
namun karena kedudukan mereka sebagai 'goyyim', mereka tidak memiliki hak-hak
yang sarna dengan orang Yahudi. Mempertimbangkan hal tersebut PBB mengeluarkan
Resolusi PBB No. 3379-D/l0/11/75 yang menyatakan bahw I "Zionisme adalah
Gerakan Rasisme". Resolusi ini hanya mampu bertahan 15 tahun. Setelah
Perang Teluk berakhir pada tahun 1991, atas desakan Amerika Serikat, Resolusi
PBB No. 3379-D/10/11/75 tersebut dicabut.
Prinsip kewarga-negaraan
ganda itu dikaitkan dengan banyaknya kedudukan di bidang politik, ekonomi, dan
militer di Amerika Serikat yang kebetulan diduduki atau dikuasai oleh orang
Yahudi, ini mengakibatkan nyaris semua kebijakan Amerika Serikat tidak dapat
dipisahkan dengan kepentingan negara Yahudi Israel.
Contoh yang paling
menyolok dan mendapatkan kecaman dari dunia internasional, termasuk dari Mary
Robertson, ketua Komisi Hak-hak Azazi Manusia PBB, adalah kegagalan PBB pada
tangga1 29 Agustus - 3 September 2001 pada konperensi yang ditaja PBB di
Durban, Afrika Selatan, untuk membicarakan tentang "Rasialisme, Xenophobia
dan Intoleransi". Dalam agenda konperensi semula ada tercantum draft untuk
membahas kedudukan Israel. Meskipun dalam resolusi yang dihasilkan oleh
konperensi PBB tersebut kemudian berhasil digagalkan oleh negara-negara Uni
Eropa untuk menghapus posisi negara Israel sebagai sebuah negara rasis, Amerika
Serikat dan Israel tetap tanpa kepalang tanggung memboikot konperensi itu
dengan cara walk-out bahkan sebelum sidang dimulai.