Hari ini gerakan orientalis berpakaian
dengan pakaian Islam dan dari nasab atau keturunan kaum Muslimin. Akan tetapi,
hakekatnya ruh, badan, akal dan pikiran mereka seperti Yahudi. Mereka telah
diasuh dan disusui dengan baik oleh Yahudi di negeri-negeri yang dikuasai oleh
Yahudi seperti Amerika dan negeri kafir lainnya. Usai belajar, mereka pun
pulang ke negeri masing-masing, seperti Mesir, Syiria, Sudan, Pakistan,
Malaysia. Indonesia dan lain-lain. Sekarang mereka menjadi guru di negeri
mereka untuk mendidik kaum Muslimin agar mereka menjadi Yahudi walaupun nama
dan pakaiannya tetap Islam. Mereka mendirikan dan membuka pusat kajian dengan
kajian-kajian Islamnya dalam berbagai macam acara seperti diskusi atau seminar
dan lain-lain.
Mungkin ada pertanyaan, bukan kah yang
dimaksud dengan orientalis ialah orang-orang non-Muslim yang mempelajari Islam
untuk merusak Islam dan mengajarkan kerusakan itu kepada kaum Muslimin ?!
Jawabannya, "Ya, Itu dulu. Sekarang, cara kerja mereka berbeda.
Tokoh-tokoh orientalis zaman ini tidak lagi terjun langsung, akan tetapi lewat
perantara anak didik mereka yang terdiri dari manusia– manusia munafik yang ada
di dalam Islam untuk merusak Islam dan kaum Muslimin dari dalam. Dengan Islam
yang demikian menurut para bapak orientalis lebih mengenal dan berhasil merusak
aqidah, ibadah, mu’amalat dan ahklak kaum muslimin tanpa dicurigai dan disadari
oleh sebagian kaum muslimin.
Orientalis pada hari ini yang
bergentayangan di negeri–negeri kaum Muslimin ialah mereka yang berpakaian
dengan pakaian Islam, akan tetapi ruh, badannya dan akal pikirnya Orientalis
Tulen. Mereka inilah salah satu kelompok yang dimaksud oleh Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dengan predikat para da’i yang berada di pintu-pintu jahannam
di dalam Hadits shahih. [Lihat Hadits riwayat al-Bukhari no. 3606, 3607 ; 7084
dan Muslim no. 1847 .
POKOK-POKOK KESESATAN MEREKA
- 1. Mereka mengajarkan kepada kaum Muslimin wihdatul adyaan (kesatuan agama-agama), bahwa semua agama sama , sama baiknya, satu tujuan kepada-Nya!? Anehnya mereka ajarkan keyakinan yang kufur ini hanya kepada kaum Muslimin saja, tidak kepada penganut agama–agama yang selain Islam!!!
- 2. Mereka memasukkan keraguan (tasykik) ke dalam hati dan pikiran kaum Muslimin akan kebenaran agama Islamnya.
- 3. Mereka masukan ajaran-ajaran di luar Islam ke dalam Islam agar diyakini dan diamalkan oleh kaum Muslimin.
- 4. Mereka memberikan tafsiran–tafsiran terhadap Islam yang sesuai dengan tujuan mereka yaitu membatalkan syari’at.
- 5. Mereka memasukkan sesuatu yang batil (kebatilan) dan hal-hal yang haram bahkan kekufuran dan kesyirikan bersama sejumah bid’ah i’tiqadiyyah (keyakinan) dan amaliyyah ke dalam persoalan khilafiyah atau masalah yang masih di perselisihkan oleh Ulama menyalahi kenyataannya. Tujuannya, agar kaum Muslimin yang awam atau jahil terhadap kaidah–kaidah agama akan mengira dengan persangkaan kebodohan, bahwa masalah tersebut yang dilemparkan dan dimasukkan oleh kaum zindiq adalah masalah–masalah khilafiyyah!? Bukan sebagai suatu masalah yang telah disepakati kebatilannya dan keharamannya!!!
- 6. Setelah selesai masalah di atas (poin No. 5), kemudian mereka pun memberikan kebebasan sebebas–bebasnya kepada kaum Muslimin untuk menerjemahkan dan menafsirkan Islam sesuai kehendak, tujuan dan masudnya masing–masing dengan alasan toleransi dalam berbeda tafsiran. Inilah hakekat mempermainkan dan mengolok –olok agama Allah Azza wa Jalla.
- 7. Setelah berhasil dalam masalah di atas (point no. 6), mereka mengatakan pada kaum Muslimin bahwa kebenaran bersifat nisbi (relatif), kita tidak bisa mengatakan bahwa agama kita Islam yang haq sedangkan yang selainnya batil. Demikian juga kita tidak boleh mengatakan bahwa selain dari agama kita Al Islam adalah kufur dan syirik. Oleh karena itu, kebenaran bersifat nisbi (rela tif), maka di dunia ini kita belum tahu agama siapa yang benar dan yang salah. Bisa jadi agama kita yang benar dan agama yang lain salah atau sebaliknya. Kita tidak tahu dengan pasti karena nisbinya kebenaran itu sebelum kita sampai pada pengadilan Yang Maha Kuasa.
Salah satu madrasah mereka di negeri kita
ini yaitu kelompok Paramadina dengan kitab sucinya Fiqih Lintas Agama.
Telah terbit sebuah kitab dengan judul
FIQIH LINTAS AGAMA (!?) yang ditulis oleh salah satu sekte dalam Islam yang
sangat sesat dan menyesatkan, yaitu kelompok Paramadina, yang diketuai
Nurcholish Madjid [1]. Kitab di atas sangatlah sesat dan menyesatkan kaum
Muslimin, para penulisnya telah memenuhi kitabnya tersebut dengan berbagai
macam kerusakan [2]. Di antara bahayanya:
- 1. Mengajak kepada Wihdatul adyaan (kesatuan agama –agama). Bahwa semua agama -apa saja– sama di sisi Allah Azza wa Jalla, semua diterima oleh Allah Azza wa Jalla, meskipun ajaranya dan caranya berbeda.
- 2. Semua agama baik dan mengajarkan kebaikan kepada umatnya masing-masing. Oleh karena itu, apabila umat manusia menjalankan agamanya dengan baik dan benar -karena semua agama itu baik dan benar- maka mereka akan mendapat pahala dan masuk surga.
- 3. Orang yang kafir ialah orang yang tidak menjalankan ajaran agamanya atau yang tidak beragama atau yang menentang agama. Selama mereka mengamalkan ajaran agamanya, maka mereka tidak dicap sebagai orang kafir. Orang Yahudi tidak kafir selama mereka mengamalkan agamanya. Orang Nashara tidak kafir selama mer eka mengamalkan agamanya. Orang Majusi tidak kafir selama mereka mengamalkan agamanya dan begitulah seterusnya.
- 4. Dipenuhi dengan berbagai macam kebohongan–kebohongan besar dengan mengatasnamakan Allah Azza wa Jalla, Rasul-Nya , para nabi dan rasul, Islam, al-Qur`an, Taurat dan Injil dan seterusnya.
- 5. Talbis mereka seperti talbisnya iblis dengan mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan.
- 6. Tipu muslihat dan kelicikan mereka dalam menulis.
- 7. Menghilangkan amanah ilmiyyah.
- 8. Kejahilan mereka terhadap Dinul Islam yang sangat murakkab (berlipat-ganda), walaupun mereka berlagak alim sebagaimana kebiasaan orang-orang munafiqun.
- 9. Celaan dan penghinaan mereka terhadap para Sahabat, Taabi'in dan Taabi'ut taabi'in sebagai tiga generasi terbaik di dalam umat ini.
- 10. Mereka telah merubah makna ayat–ayat al-Qur'an sebagaimana yang pernah dilakukan guru besar mereka ketika mereka merubah Taurat dan Injil.
- 11. Celaan dan penghinaan mereka kepada Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, seorang Sahabat besar.
- 12. Celaan dan penghinaan mereka kepada Imam -Syafi'i rahimahullah.
- 13. Menyembunyikan ilmu.
- 14. Memenggal kemudian merubah sabda Nabi yang mulia.
- 15. Mendahulukan akal dari wahyu aI-Qur'an dan Sunnah.
- 16. Mereka bermanhaj dengan manhaj filsafat batiniyyah (kebatinan).
- 17. Mereka menterjemahkan dan menafsirkan Islam sesuai dengan manhaj kaum zindiq.
- 18. Mereka menyamakan dan mempertemukan Islam dengan agama-agama yang lain yang menjadi ciri-ciri khas kaum zindiq.
- 19. Mereka memuliakan dan meninggikan agama - agama selain Islam persis seperti kebiasaan kaum munafikun.
Mereka menamakan buku mereka dengan nama
yang rancu, "FIQIH LINTAS AGAMA(!?)'' Nama yang tidak pernah dipergunakan
oleh para Ulama dalam menamakan kitab-kitab mereka. Sebuah nama yang
menunjukkan isi dan kesesatan para penulisnya. Antara judul dan isinya sangat
bertentangan. Mereka menamakannya Fiqih Lintas Agama, yang dimaksud adalah
bertemunya agama-agama dalam satu titik. Anehnya, mereka sodorkan ini kepada
Islam dan kaum Muslimin tidak kepada yang lain.
Nurcholish Madjid, guru besar mereka
pernah mengganti kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah (tidak ada satu pun ilah
yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh) menjadi : Tidak ada tuhan
melainkan Tuhan.
Salah satu contoh dari murid terbaik
sekaligus yang terdungu dari mereka yaitu Ulil Abshar dalam makalahnya
menyegarkan kembali pemahaman Islam (!"). Sebuah makalah kecil yang berisi
kekufuran dan kemunafikan yang menjadi ciri khas kaum zindiq. Dalam makalah
kecilnya, dia mengatakan:
- 1. Hukum Allah tidak ada !
- 2. Semua agama sama dalam kebaikan dan kebenarannya.
- 3. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis, sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangannya, sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah hasanah)!
Dalam makalah kecilnya sering
diulang-ulang kalimat fikir, memikirkan, akal, hasil diskusi dan seterusnya.
Yang menunjukan bahwa makalah ini hanyalah akal-akalan dan fikir-fikiran
kelompok Paramadina dengan akal dan jalan fikiran mereka yang sakit dan kacau
bukan sebagai bahasan ilmiyyah. Akal yang seperti ini tentu selalu bertentangan
dengan wahyu al-Qur'an dan as-Sunnah atau dengan seluruh ajaran Islam. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan dalam dua buah kitab beliau
rahimahullah dalam membantah filsafat Yunani yaitu Dar'u Ta’ârudhil Aqli wan
Naqli dan ar-Raddu 'alal Manthiqiyyin.
Akal ada dua macam:
Pertama : Akal yang shahih dan sharih.
yaitu yang sehat dan memiliki ketegasan.
Kedua : Akal yang saqim dan idhthirâb,
yaitu yang sakit dan kacau.
Akal yang shahih dan sharih tidak akan
pernah bertentangan dengan wahyu al-Qur'ân dan Sunnah. Akal yang seperti ini
selalu tunduk dan patuh terhadap keputusan wahyu dan membenarkannya, tidak
melawannya, baik keputusan wahyu itu dapat dicernanya atau tidak. Karena mereka
lebih mendahulukan wahyu daripada akal-akal mereka, bukan sebaliknya. Akal
hanya mereka jadikan sebagai perangkat untuk memahami wahyu dengan benar.
Karena akal itu memiliki keterbatasan, sempit, dangkal dan berbeda-beda antara
akal yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, mustahil kalau kita
menjadikan akal sebagai asas dari wahyu, atau dengan kata lain mendahulukan
akal daripada wahyu.
Kalau akal yang kita dahulukan, akan ada
pertanyaan, “Akal siapakah yang akan kita pakai ?”
Apakah akal tim penulis buku ini, ataukah
akal seorang tukang semir sepatu (misalnya) yang lebih mendahulukan wahyu dari
akalnya dan berjalan di atas manhaj yang haq ?
Kalau kita timbang dengan dalil-dalil
akal, maka akal si tukang semir yang kita pakai, dengan beberapa pertimbangan
dan alasan mendasar, diantaranya :
- 1. Dia lebih mendahulukan wahyu daripada akalnya yang sangat terbatas.
- 2. Akalnya sehat dan memiliki ketegasan. Akal yang sehat dan memiliki ketegasan (Shahih dan Sharih) selamanya tidak akan bertentangan dengan wahyu dan dengan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Akal ini selalu menyetujui dan membenarkan wahyu, sebagaimana ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah [4]
Kalau kita memilih dan memakai akal tim
penulis buku yang sesat dan menyesatkan ini, maka bisa menimbulkan keruskan
pada akal dan cara berfikir, pada ilmu, Agama dan dunia. Mereka ini layak
dijadikan contoh dari jenis akal yang kedua, yaitu akal yang saqim dan
idhthirâh, (sakit dan kacau), akal yang selalu menyelisihi, menetang dan
melawan wahyu.
-Ketika wahyu menegaskan bahwa Islam
satu-satunya agama yang sah disisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka
mengatakan, "Semua agama sah, baik dan benar."
-Ketika wahyu menegaskan bahwa Yahudi,
Nashara, Majusi adalah orang-orang kafir. Mereka mengatakan, tidak kafir, yang
kafir adalah orang yang tidak menjalankan agamanya. Surat al- Kâfirûn khusus
untuk kafir Quraisy.
-Ketika wahyu menegaskan, bahwa perempuan
Muslimah tidak boleh nikah dengan laki-laki non-Muslim. Mereka mengatakan,
"Itu boleh." Ayat tadi khusus untuk orang-orang kafir zaman itu. Dan
begitulah seterusnya.
Mereka berdalil dengan al-Qur'an dan
hadits. Ada yang mengatakan, "Bukankah mereka telah mengemukakan banyak
dalil al-Qur'ân dan hadîts?”
Syubhat ini kita jawab dengan :
Pertama : Betul, bahkan seluruh sekte yang
ada dalam Islam juga melakukan hal yang sama, berdalil dengan al-Qur'an dan
Hadits. Tidak ada satu pun sekte yang berani mengatakan kami tidak berpegang
dan berdalil dengan keduanya. Sampai sekte yang mengingkari Hadits sebagai
hujjah dan hanya berpegang dengan aI-Qur'an saja pun tidak sanggup secara
mutlak mengatakan kami hanya berpegang dengan al-Qur'an saja.
Kedua : Mereka menafsirkan al-Qur'an dan
Hadits sesuai dengan tafsiran mereka, sesuai dengan hawa nafsu dan ra'yu
(pikiran) mereka. Mereka arahkan tafsirannya semau mereka. Singkat kata,
al-Qur' an dan Hadits mereka paksakan untuk mengikuti kemauan mereka. Salah
satu contohnya, mereka membawakan sebuah hadits shahih riwayat Imam al-Bukhâri
dan Muslim. Mereka berkata (hlm. 38), “Dalam sebuah hadits terkenal, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwa setiap anak dilahirkan dalam
fitrah (kesucian), namun kedua orang tuanyalah yang dapat membuat anak itu
menyimpang dari fitrah..."
“Mereka telah memotong atau memenggal
hadits itu sehingga maknanya rusak dan rancu. Kemudian mereka ganti kalimat
yang mereka potong dengan kalimat lain yang semakin membingungkan dalam
memahami hadits tersebut sesuai dengan maksud Nabi dengan benar”.
Kenapa mereka tidak melanjutkan sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas dengan, ".. namun kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya YAHUDI, NASHARA ATAU MAJUSI."
Kenapa mereka menyembunyikan bagian
terpenting dari hadits di atas ?
Kenapa mereka hilangkan lafazh Yahudi,
Nashara dan Majusi ?
Kenapa mereka sangat takut sekali
diketahui orang bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menegaskan
kekafiran Yahudi, Nashara dan Majusi ?
Ketiga : Dalam memahami dan menafsirkan
al-Qur'an dan Hadits mereka tidak mengikuti pemahaman dan tafsir para Sahabat
Radhiyallahu anhum dan Tâbi'în. Ini merupakan ciri tafsir ahli bid'ah. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menegaskan, "Barangsiapa yang berpaling
dari madzhab Sahabat dan Tâbi'in serta tafsir mereka kepada penafsiran yang
menyelisihinya, maka dia telah salah bahkan termasuk ahli bid’ah (mubtadi’).
Karena para Sahabat dan Tâbi’in itu lebih mengetahui tentang tafsir al-Qur'an
dan makna-maknanya, sebagaimana mereka lebih mengetahui tentang kebenaran yang
menjadi tujuan Allah mengutus Rasul-Nya”. [Dinukil Imam Suyuthi dalam al-Itqân
fi 'ulûmil Qur'ân, 2/178, bagian ilmu Qur'ân yang ke-78]
Dalam muqaddimah buku Fiqih Lintas Agama,
tim penulis (hlm. 1) membawakan tiga perkataan dari tiga Imam mujtahid mutlak
yaitu Syafi'i, Imam Abu Hanifah dan Ibnu Hazm. Akan tetapi, mereka tidak
menerangkan dari kitab apa mereka menukilnya agar kita dapat memeriksa langsung
teks a slinya dan keshahihannya?
Oleh karena itu, kalau mereka tidak mau
dituduh telah berbohong atas nama para imam di atas atau paling tidak merubah
makna dan maksud yang sebenarnya, maka seharusnya menyertakan maraaji’nya
(referensinya)! Ini yang pertama!
Yang kedua !
Jika ada yang bertanya, "Apakah
maksud dan tujuan dari tim penulis mengutip perkataan Imam Syafi'iy
rahimahullah, Abu Hanifah rahimahullah dan Ibnu Hazm rahimahullah ?"
Jawabnya adalah, Untuk menyatakan bahwa :
- 1. Mereka adalah para mujtahid yang sedang berijtihad.
- 2. Apa yang mereka tulis adalah benar, dan merupakan kebenaran yang telah hilang dan merekalah mujaddidnya.
- 3. Apa yang telah dikatakan dan ditulis oleh para Ulama termasuk ketiga Imam di atas adalah salah, dan merupakan kesalahan yang diikuti terus menerus.
Yang ketiga!
Para pembaca, inilah teror yang
sesungguhnya!
Mereka ini teroris yang sebenarnya.
Serangan yang mereka lancarkan adalah sebentuk teror yang canggih dan berbahaya
pada zaman ini. Jauh lebih berbahaya dan merusak daripada teror dan
penghancuran secara fisik. Mereka ini merusak hati yang pada gilirannya nanti
akan menjalarkan kerusakan fisik sebagaimana telah ditegaskan oleh Nabi yang
mulia Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Yang keempat!
Perkataan para Imam tentang ijtihad dan
taqlid, salah dan benarnya pendapat seorang mujtahid, banyak sekali dan sangat
masyhur dikalangan ahi ilmu dan penuntut ilmu. Intinya mereka mengajak kembali
kepada aI-Qur'ân dan sunnah menurut pemaham salaf dan menyalahkan atau
meluruskan perkataan atau pendapat orang yang menyalahi dua dasar hukum Islam
di atas atau menyimpang dari manhaj salaf. Adapun sekte Paramadina berusaha
keras mengajak kaum muslimin untuk meninggalkan al-Qur'ân dan Sunnah dan manhaj
salaf.
Kemudian mereka mengajak kaum musllmin
untuk mengikuti manhaj mereka yang sesat dan menyesatkan yaitu manhaj
bâthiniyyah. Di bawah ini dibawakan, beberapa contoh agar kita mengetahui
berdasarkan hujjah yang kuat dan benar.
Pertama : Imam Abu Hanifah rahimahullah
berkata:
- 1. “Apabila sebuah hadits telah sah maka itulah madzhabku.”
- 2. “Tidak halal bagi seseorang mengambil perkataan kami selama dia belum tahu darimana kami mengambilnya.”
- 3. “Haram bagi orang yang tidak tahu dalilku untuk berfatwa dengan pendapatku.”
- 4. “Sesungguhnya kami ini manusia biasa, kami menetapkan satu pendapat pada hari ini dan (mungkin) besok kami ruju’.”
Kedua : Imam Mâlik bin Anas rahimahullah
berkata:
- 1. “Aku hanya seorang manusia yang bisa salah dan benar, maka perhatikanlah pendapatku, setiap yang sesuai dengan al-Qur'ân dan Sunnah ambillah, dan setiap yang menyalahi al-Qur'ân dan Sunnah, tinggalkanlah.”
- 2. “Tidak ada seorangpun sesudah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melainkan perkataannya bisa diambil dan ditinggalkan kecuali Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.”
Ketiga : Imam asy-Syâfi'i rahimahullah :
- 1. “Apabila sebuah hadits telah sah maka itulah madzhabku.”
- 2. “Apabila kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyalahi Sunnah Rasululluh Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka peganglah Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tinggalkanlah perkataanku.”
- 3. “Kaum Muslimin telah berijma' bahwa orang yang telah jelas baginya Sunnah Rasualullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkan Sunnah tersebut karena mengikuti pendapat seseorang.”
- 4. “Setiap masalah yang telah sah haditsnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut pemeriksaan ahli hadits yang menyalahi pendapatku, maka aku ruju' dari pendapat tersebut dimasa hidupku dan sesudah aku mati.”
Keempat: Imam Ahmad bin Hambal
rahimahullah berkata :
- 1. “Janganlah kamu taqlid kepadaku, dan janganlah kamu taqlid kepada Mâlik. Syâfi'i, al-Auzâ'i dan ats Tsauri ! Dan ambillah darimana mereka mengambil.”
- 2. “Jangan kamu taqlidkan agamamu kepada seorangpun juga dari mereka itu. Apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya, maka pegangilah.” [5]
Sekte Paramadina dalam kitab sesat mereka
(hlm. 9-12) membawakan perkataan Imam asy- Syâthibi rahimahullah, namun fiqih
maqâshid mereka tidak ada hubungannya dengan Fiqih maqâshid Syâthibi
rahimahullah, bahkan bertentangan. Mereka berkata (hlm. 9), “Diantara Ulama
klasik yang sangat menonjol dalam mengembangkan fiqih maqâshid adalah Abu Ishâq
asy-Syâthibi (790 H). Beliau menulis sebuah buku amat menarik, yaitu
al-Muwâfaqât Fi Ushûlis Syarî'ah (Beberapa konsensus dalam dasar-dasar
Syari'at). Buku tersebut bisa dipandang sebagai kerangka metodologis dalam
memahami syari'at dan bukannya kesimpulan-kesimpulam hukum (istinbâthul
ahkâm)”
Dijawab :
Pertama : Ini bukti ketidak tahuan mereka.
Mereka tidak bisa membedakan antara fiqih dengan ushûl fiqih, mana yang kitab
fiqih dan mana yang kitab ushul fiqih. Kitab Syâthibi rahimahullah di atas
telah dikenal sebagai kitab ushûl fiqih bukan kitab fiqih.
Kedua : Apakah mereka akan tetap berpegang
dengan perkataan Syâthibi rahimahullah dengan memuliakan kitabnya al-Muwâfaqât
ketika Syâthibi mengatakan : "Dan sesungguh kita telah mendapati dan
mendegar bahwa kebanyakan orang-orang Nashara dan Yahudi mengenal agama Islam
dan mengetahui kebanyakan dari ushul dan furu'nya, akan tetapi yang demikian
itu tidak ada manfa'atnya bagi mereka, selama mereka tetap dalam kekufuran
menurut kesepakatan ahlul' Islam". [al- Muwâfaqât, 1/34].
Perkataan Syâthibi rahimahullah ini
laksana petir yang menyambar kemudian membakar dan rnenghanguskan mereka.
Syâthibi rahimahullah dengan tegas mengatakan bahwa Yahudi dan Nashara itu
kafir menurut kesepakatan kaum muslimin. Padahal mereka tidak mengkafirkan
Yahudi dan Nashara. Apakah mereka akan merima perkataan Syâthibi rahimahullah
ini atau sudah saatnya untuk meninggalkan dan mencela Syâthibi
rahimahullah?
Sekte Paramadina sangat benci sekali
dengan perkataan musyrik, murtad dan kafir. Mereka. Berkata, "Ada beberapa
istilah yang selalu dianggap musuh dalam fiqih klasik, yaitu musyrik, murtad
dan kafir. Bila khazanah fiqih berpapasan dengan komunitas tersebut, maka sudah
barang tentu fiqih akan memberikan kartu merah sebagai peringatan keras dalam
menghadapi kalangan tersebut.”
Katakan :
Pertama : Istilah musyrik, murtad dan
kafir berasal dari al-Qur'ân dan Hadits atau al-Kitâb dan Sunnah bukan dari fiqih.
Fiqih hanya mengambil dari al-Qur'ân dan hadits. Kemudian fiqih menetapkan apa
yang telah dikatakan oleh keduanya. Apakah mereka tidak tahu ataukah mereka
pura-pura tidak tahu ? Kemungkinan yang kedua lebih tepat karena hal ini sudah
sama-sama diketahui sampai oleh guru-guru besar mereka dari keturunan
orang-orang yang pernah dirubah oleh Allâh menjadi babi dan kera. Al Qur'ân dan
Hadits penuh dengan penjelasan kufur, syirik dan murtad. Ataukah mereka masih
takut mengatakan dengan tegas bahwa ada beberapa istilah yang selalu dianggap
musuh dalam al-Qur'ân.
Inilah sifat kaum munâfiqûn yang selalu
tidak berani terang-terangan menyatakan apa yang sebenarnya mereka
yakini.
Kedua : Perkataan mereka di atas telah
membantah seluruh isi al-Qur'ân dan Hadits yang dipenuhi penjelasan mengenai
kekufuran, syirik dan murtad. Demikian juga dengan ijma' dan qiyas yang shahih.
Imam Syâthibi rahimahullah dengan tegas telah mengatakan ijma' kaum Muslimin
tentang kekufuran Yahudi dan Nashara.
Ketiga : Perkataan mereka di atas
menunjukkan dengan jelas kepada kita akan talbîs dan penipuan mereka kepada
kaum Muslimin dengan mengatakan bahwa lafazh kafir, musyrik dan murtad adalah
istilah-istilah fiqih!?
Keempat : Mereka sangat benci sekali
istilah kafir, musyrik dan murtad tetapi mereka tidak memberikan penjelasan
kepada kita siapakah sebenarnya orang yang kafir, musyrik dan murtad itu ?
Inilah yang dimaksud dengan melemparkan perkataan atau penjelasan yang bersifat
umum untuk sesuatu yang khusus tanpa adanya penjelasan secara detail. Cara
seperti inilah yang mereka terapkan di dalam buku yang diagung-agungkan oleh
mereka, Fiqih Lintas Agama.
Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
04-05/Tahun XIV/1431/2010M
Sumber:
http://www.suara-media.com/2012/02/orientalis-yahudi-gaya-baru.html