Sapa sih yang ga
tau Tugu Monas yang letaknya di Jakarta ntu??
Tapi kalian tau
gak berapa berat emas yang ada di puncak tugu monas?? Ternyata beratnya 38 kg
emas. Dan tau ga kalian, 28 kg di antaranya adalah sumbangan dari Teuku Markam,
salah seorang saudagar Aceh yang pernah menjadi orang terkaya Indonesia.
Sampai saat ini
Orang-Orang hanya tahu bahwa emas tersebut memang benar sumbangan saudagar
Aceh. Namun tak banyak yang tahu, bahwa saudagar Aceh yan dimaksud itu adalah
Teuku Markam.
Ga cuman
menyumbang 28Kg emas untuk tugu monas, Beliau pun ikut membebaskan lahan
Senayan untuk dijadikan pusat olah raga terbesar Indonesia. Dan masih banyak
bantuan-bantuan Teuku Markam lainnya yang pantas di catat dalam sejarah
Indonesia.
Tidak hanya di
zaman Soekarno saja beliau sangat berjasa dalam kemajuan ekonomi Indonesia,
tapi di zaman Orba (Orde Baru) juga.
Sebut saja
pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat. Jalan Medan-Banda Aceh,
Bireuen-Takengon, Meulaboh, Tapaktuan dan lain-lain adalah bantuan lain dari
Teuku Markam yang didanai oleh Bank Dunia.
Siapakah Teuku
Markam ?
Teuku Markam
turunan Uleebalang. Lahir tahun 1925. Ayahnya Teuku Marhaban. Kampungnya
Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara.
Sejak kecil
Teuku Markam sudah menjadi yatim piatu. Ketika usia 9 tahun, Teuku Marhaban
meninggal dunia. Sedangkan ibunya telah lebih dulu meninggal. Teuku Markam
kemudian diasuh kakaknya Cut Nyak Putroe. Sempat mendapat pendidikan sampai
kelas 4 SR (Sekolah Rakyat).
Teuku Markam
tumbuh lalu menjadi pemuda dan memasuki pendidikan wajib militer di Koeta Radja
(Banda Aceh sekarang) dan tamat dengan pangkat letnan satu. Teuku Markam
bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ikut pertempuran di
Tembung, Sumatera Utara bersama-sama dengan Jendral Bejo, Kaharuddin Nasution,
Bustanil Arifin dan lain-lain. Selama bertugas di Sumatera Utara, Teuku Markam
aktif di berbagai lapangan pertempuran. Bahkan ia ikut mendamaikan clash antara
pasukan Simbolon dengan pasukan Manaf Lubis.
Sebagai prajurit
penghubung, Teuku Markam lalu diutus oleh Panglima Jenderal Bejo ke Jakarta
untuk bertemu pimpinan pemerintah. Oleh pimpinan, Teuku Markam diutus lagi ke
Bandung untuk menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto. Tugas itu diemban Markam
sampai Gatot Soebroto meninggal dunia.
Adalah Gatot
Soebroto pula yang mempercayakan Teuku Markam untuk bertemu dengan Presiden
Soekarno. Waktu itu, Bung Karno memang menginginkan adanya pengusaha pribumi
yang betul-betul mampu menghendel masalah perekonomian Indonesia. Tahun 1957,
ketika Teuku Markam berpangkat kapten (NRP 12276), kembali ke Aceh dan
mendirikan PT Karkam. Ia sempat bentrok dengan Teuku Hamzah (Panglima Kodam
Iskandar Muda) karena �disiriki� oleh orang lain. Akibatnya Teuku Markam ditahan dan
baru keluar tahun 1958. Pertentangan dengan Teuku Hamzah berhasil didamaikan
oleh Sjamaun Gaharu.
Keluar dari
tahanan, Teuku Markam kembali ke Jakarta dengan membawa PT Karkam. Perusahaan
itu dipercaya oleh Pemerintah RI mengelola pampasan perang untuk dijadikan dana
revolusi. Selanjutnya Teuku Markam benar-benar menggeluti dunia usaha dengan
sejumlah aset berupa kapal dan beberapa dok kapal di Palembang, Medan, Jakarta,
Makassar, Surabaya. Bisnis Teuku Markam semakin luas karena ia juga terjun dalam
ekspor � impor dengan sejumlah
negara.
Antara lain
mengimpor mobil Toyota Hardtop dari Jepang, besi beton, plat baja dan bahkan
sempat mengimpor senjata atas persetujuan Departemen Pertahanan dan Keamanan
(Dephankam) dan Presiden.
Komitmen Teuku
Markam adalah mendukung perjuangan RI sepenuhnya termasuk pembebasan Irian
Barat serta pemberantasan buta huruf yang waktu itu digenjot habis-habisan oleh
Soekarno.
Hasil bisnis
Teuku Markam konon juga ikut menjadi sumber APBN serta mengumpulkan sejumlah 28
kg emas untuk ditempatkan di puncak Monumen Nasional (Monas). Sebagaimana kita
tahu bahwa proyek Monas merupakan salah satu impian Soekarno dalam meningkatkan
harkat dan martabat bangsa.
Peran Teuku
Markam menyukseskan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika tidak kecil
berkat bantuan sejumlah dana untuk keperluan KTT itu.
Teuku Markam
termasuk salah satu konglomerat Indonesia yang dikenal dekat dengan
pemerintahan Soekarno dan sejumlah pejabat lain seperti Menteri PU Ir Sutami,
politisi Adam Malik, Soepardjo Rustam, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin,
Suhardiman, pengusaha Probosutedjo dan lain-lain. Pada zaman Soekarno, nama
Teuku Markam memang luar biasa populer. Sampai-sampai Teuku Markam pernah
dikatakan sebagai kabinet bayangan Soekarno.
Sejarah kemudian
berbalik. Peran dan sumbangan Teuku Markam dalam membangun perekonomian
Indonesia seakan menjadi tiada artinya di mata pemerintahan Orba. Ia difitnah
sebagai PKI dan dituding sebagai koruptor dan Soekarnoisme.
Tuduhan itulah
yang kemudian mengantarkan Teuku Markam ke penjara pada tahun 1966. Ia
dijebloskan ke dalam sel tanpa ada proses pengadilan. Pertama-tama ia
dimasukkan tahanan Budi Utomo, lalu dipindahkan ke Guntur, selanjutnya
berpindah ke penjara Salemba Jln Percetakan Negara. Lalu dipindah lagi ke
tahanan Cipinang, dan terakhir dipindahkan ke tahanan Nirbaya, tahanan untuk
politisi di kawasan Pondok Gede Jakarta Timur. Tahun 1972 ia jatuh sakit dan terpaksa
dirawat di RSPAD Gatot Subroto selama kurang lebih dua tahun.
Peralihan
kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto membuat hidup Teuku Markam menjadi sulit
dan prihatin. Ia baru bebas tahun 1974. Ini pun, kabarnya, berkat jasa- jasa
baik dari sejumlah teman setianya. Teuku Markam dilepaskan begitu saja tanpa
ada konpensasi apapun dari pemerintahan Orba.
Soeharto selaku
Ketua Presidium Kabinet Ampera, pada 14 Agustus 1966 mengambil alih aset Teuku
Markam berupa perkantoran, tanah dan lain-lain yang kemudian dikelola PT PP
Berdikari yang didirikan Suhardiman untuk dan atas nama pemerintahan RI.
Suhardiman, Bustanil Arifin, Amran Zamzami (dua orang terakhir ini adalah tokoh
Aceh di Jakarta) termasuk teman-teman Markam.
Namun tidak
banyak menolong mengembalikan asset PT Karkam. Justru mereka ikut mengelola
aset-aset tersebut di bawah bendera PT PP Berdikari. Suhardiman adalah orang
pertama yang memimpin perusahaan tersebut. Di jajaran direktur tertera
Sukotriwarno, Edhy Tjahaja, dan Amran Zamzami. Selanjutnya PP Berdikari
dipimpin Letjen Achmad Tirtosudiro, Drs Ahman Nurhani, dan Bustanil Arifin SH.
Pada tahun 1974,
Soeharto mengeluarkan Keppres N0 31 Tahun 1974 yang isinya antara lain
penegasan status harta kekayaan eks PT Karkam/PT Aslam/PT Sinar Pagi yang
diambil alih pemerintahan RI tahun 1966 berstatus �pinjaman� yang nilainya Rp 411.314.924,29 sebagai penyertaan modal negara di PT PP
Berdikari. Kepres itu terbit persis pada tahun dibebaskannya Teuku Markam dari
tahanan.
Teuku Markam
meninggal tahun 1985 akibat komplikasi berbagai penyakit di Jakarta. Sampai
akhir hayatnya, pemerintah tidak pernah merehabilitasi namanya. Bahkan sampai
sekarang.
Sumber:
http://blackfiles.mywapblog.com/inilah-teuku-markam-orang-yang-menyumban.xhtml